Jumat, 09 Maret 2012

fenomena kesehatan mental

HOMOSEKSUAL
Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis dan/atau seksual atau perilaku antara individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual, homoseksualitas mengacu kepada "pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang, atau ketertarikan romantis" terutama atau secara eksklusif pada orang dari jenis kelamin sama, "Homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku ekspresi, dan keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu."
Homoseksualitas adalah salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual. Konsensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial dan juga profesi kesehatan dan kesehatan kejiwaan menyatakan bahwa homoseksualitas adalah aspek normal dalam orientasi seksual manusia. Homoseksualitas bukanlah penyakit kejiwaan dan bukan penyebab efek psikologis negatif; prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksual-lah yang menyebabkan efek semacam itu.
Istilah umum dalam homoseksualitas yang sering digunakan adalah lesbian untuk perempuan pecinta sesama jenis dan gay untuk pria pecinta sesama jenis, meskipun gay dapat merujuk pada laki-laki atau perempuan. Bagi para peneliti jumlah individu yang diidentifikasikan sebagai gay atau lesbian-dan perbandingan individu yang memiliki pengalaman seksual sesama jenis-sulit diperkirakan atas berbagai alasan.Dalam modernitas Barat, menurut berbagai penelitian, 2% sampai 13% dari populasi manusia adalah homoseksual atau pernah melakukan hubungan sesama jenis dalam hidupnya. sebuah studi tahun 2006 menunjukkan bahwa 20% dari populasi secara anonim melaporkan memiliki perasaan homoseksual, meskipun relatif sedikit peserta dalam penelitian ini menyatakan diri mereka sebagai homoseksual.Perilaku homoseksual juga banyak diamati pada hewan.
Banyak individu gay dan lesbian memiliki komitmen hubungan sesama jenis, meski hanya baru-baru ini terdapat sensus dan status hukum/politik yang mempermudah enumerasi dan keberadaan mereka. Hubungan ini setara dengan hubungan heteroseksual dalam hal-hal penting secara psikologis. Hubungan dan tindakan homoseksual telah dikagumi, serta dikutuk, sepanjang sejarah, tergantung pada bentuknya dan budaya tempat mereka didapati. Sejak akhir abad ke-19, telah ada gerakan menuju hak pengakuan keberadaan dan hak-hak legal bagi orang-orang homoseksual, yang mencakup hak untuk pernikahan dan kesatuan sipil, hak adopsi dan pengasuhan, hak kerja, hak untuk memberikan pelayanan militer, dan hak untuk mendapatkan jaminan sosial kesehatan.
Psikologi adalah salah satu disiplin ilmu pertama yang mempelajari orientasi homoseksual sebagai fenomena diskrit (terpisah). Upaya pertama mengklasifikasikan homoseksualitas sebagai penyakit dibuat oleh gerakan seksolog amatir Eropa di akhir abad ke-19. Pada tahun 1886, seksolog terkemuka, Richard von Krafft-Ebing, menyejajarkan homoseksualitas bersama dengan 200 studi kasus praktik seksual menyimpang lainnya dalam karya, Psychopathia Sexualis. Krafft-Ebing mengedepankan bahwa homoseksualitas disebabkan oleh "kesalahan bawaan lahir [selama kelahiran]" atau "inversi perolehan". Dalam dua dekade terakhir dari abad ke-19, pandangan lain mulai mendominasi kalangan medis dan psikiatris , menilai perilaku tersebut menunjukkan jenis individu dengan orientasi seksual bawaan dan relatif stabil. Pada akhir abad 19 dan awal abad 20, homoseksualitas dipandang secara umum sebagai penyakit.
American Psychological Association, American Psychiatric Association, dan National Association of Social Workers berpendapat:
“ Pada tahun 1952, ketika Asosiasi Psikiatri Amerika pertama kali menerbitkan Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders, homoseksualitas dikategorikan sebagai gangguan mental. Namun, pengklasifikasian tersebut segera menjadi sasaran pemeriksaan kritis dalam penelitian yang didanai oleh Institut Kesehatan Mental Nasional. Studi dan penelitian berikutnya secara konsisten gagal menghasilkan dasar empiris atau ilmiah yang menunjukkan homoseksualitas sebagai gangguan atau kelainan. Dari berbagi kumpulan hasil penelitian homoseksualitas, para ahli bidang kedokteran, kesehatan mental, ilmu-ilmu sosial dan ilmu perilaku mencapai kesimpulan bahwa pengklasifikasian homoseksualitas sebagai gangguan mental tidak akurat dan bahwa klasifikasi DSM mencerminkan asumsi yang belum teruji, yang didasarkan pada norma-norma sosial yang pernah berlaku dan pandangan klinis dari sampel yang tidak representatif yang terdiri dari pasien yang mencari terapi penyembuhan dan individu-individu yang masuk dalam sistem peradilan pidana karena perilaku homoseksualitasnya.

Sebagai pengakuan bukti ilmiah, Asosiasi Psikiatri Amerika menghapuskan homoseksualitas dari DSM pada tahun 1973, menyatakan bahwa "homoseksualitas sendiri menunjukkan tidak adanya gangguan dalam penilaian, stabilitas, keandalan, atau kemampuan sosial umum atau vokasional." Setelah meninjau data ilmiah secara seksama, Asosiasi Psikologi Amerika melakukan tindakan yang sama pada tahun 1975, dan mendesak semua pakar kejiwaan "untuk memimpin menghilangkan stigma penyakit mental yang telah lama dikaitkan dengan orientasi homoseksual." Asosiasi Nasional Pekerja Sosial pun menerapkan kebijakan serupa.

Kesimpulannya, para pakar kejiwaan dan peneliti telah lama mengakui bahwa menjadi homoseksual tidak menimbulkan hambatan untuk menjalani hidup yang bahagia, sehat, dan produktif, dan bahwa sebagian besar kalangan gay dan lesbian bekerja dengan baik di berbagai lembaga sosial dan hubungan interpersonal." ”

Penelitian dan literatur klinis menunjukkan bahwa atraksi seksual dan cinta, perasaan, dan perilaku dalam konteks hubungan sesama jenis bersifat normal dan positif. Konsensus ilmu-ilmu sosial dan ilmu perilaku dan profesi kesehatan dan kejiwaan menyatakan bahwa homoseksualitas merupakan variasi normal dan positif dari orientasi seksual manusia. Kini, terdapat bukti penelitian yang menunjukkan bahwa menjadi gay, lesbian atau biseksual sesuai dengan kesehatan mental normal dan penyesuaian sosial.ICD-9 yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (1977) mencantumkan homoseksualitas sebagai penyakit kejiwaan; kemudian dihilangkan dalam ICD-10 yang disahkan oleh Sidang Majelis Kesehatan Dunia ke-43 pada tanggal 17 Mei 1990.Seperti DSM-II. ICD-10 menambahkan orientasi seksual ego-distonik, mengacu kepada individu yang ingin mengubah identitas gender atau orientasi seksual mereka karena gangguan perilaku agtau psikologis( F 66,1 ). Masyarakat Psikiatri China menghapuskan homoseksualitas dari Klasifikasi Gangguan Mental China pada tahun 2001, lima tahun setelah dilakukan studi oleh asosiasi tersebut. Menurut Royal College of Psychiatrists "sejarah buram ini menunjukkan bagaimana marjinalisasi terhadap sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri kepribadian tertentu (dalam hal ini kasus homoseksualitas) dapat menyebabkan praktik medis berbahaya dan dasar diskriminasi di masyarakat. Namun, pengalaman diskriminasi dalam masyarakat dan kemungkinan penolakan oleh sebaya, kerabat, dan yang lainnya, seperti kolega, mengakibatkan sejumlah individu LGB mengalami kendala kesahatan mental dan masalah penyalahgunaan obat yang lebih kuat ketimbang rata-rata. Meskipun ada klaim dari kelompok-kelompok politik konservatif di Amerika Serikat bahwa tingginya kendala kesehatan mental adalah bukti bahwa homoseksualitas itu sendiri merupakan gangguan mental, tidak ada bukti apapun yang dapat mendukung klaim seperti itu."
Kebanyakan individu lesbian, gay, dan biseksual menjalani psikoterapi dengan alasan sama seperti individu heteroseksual (stres, hubungan kesulitan, kesulitan menyesuaikan diri dengan situasi sosial atau tempat kerja, dll); orientasi seksual mereka mungkin penting, sepele, atau tidak penting bagi perlakuan dan pokok permasalahan mereka. Apapun masalahnya, ada risiko tinggi prasangka anti-gay terhadap klien psikoterapi yang lesbian, gay, dan biseksual.Penelitian psikologis untuk hal ini telah membantu melawan sikap dan tindakan berprasangka ("homofobia") yang merugikan, dan secara umum membantu gerakan perjuangan hak-hak LGBT.

Penerapan psikoterapi yang disetujui harus didasarkan pada fakta-fakta ilmiah berikut:
* Ketertarikan seksual, perilaku, dan orientasi sesama jenis merupakan varian seksualitas manusia yang bersifat normal dan positif, tidak menunjukkan gangguan mental atau perkembangan.
* Homoseksualitas dan biseksualitas dianggap buruk, dan stigma ini dapat memiliki berbagai konsekuensi negatif (misalnya, stres minoritas) sepanjang rentang kehidupan (D'Augelli & Patterson, 1995; DiPlacido, 1998; Herek & garnet, 2007; Meyer, 1995, 2003 ).
* Perilaku dan ketertarikan seksual sesama jenis dapat terjadi dalam konteks ragam orientasi seksual dan identitas orientasi seksual (Diamond, 2006; Hoburg et al, 2004;. Rust, 1996; Savin-Williams, 2005).
* Individu-individu gay, lesbian, dan biseksual dapat hidup bahagia dan memiliki hubungan dan keluarga yang stabil dan berkomitmen, setara dengan hubungan heteroseksual dalam pokok-pokok penting (APA, 2005c; Kurdek, 2001, 2003, 2004; Peplau & Fingerhut, 2007) .
* Tidak ada studi empiris atau penelitian ulasan sepadan (peer-review research) yang mendukung teori yang mengaitkan orientasi seksual sesama jenis dengan disfungsi keluarga atau trauma (Bell dkk, 1981;. Bene, 1965; Freund & Blanchard, 1983; Freund & Pinkava, 1961; Hooker, 1969; McCord et al, 1962;. DK Peters & Cantrell, 1991; Siegelman, 1974, 1981;. Townes et al, 1976).
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Homoseksualitas


Sumber : http://putintan.blogspot.com/2012/03/contoh-kesehatan-mental-di-masyarakat.html

Kesehatan mental dibedakan menjadi dua yaitu mental yang sehat dan yang teganggu. Pada seseorang yang bermental sehat bila dihadapkan pada permasalahan akan berpikir realistik dan objektif berbeda dengan yang bermental terganggu, seseorang dengan mental terganggu akan cenderung berpikir subjektif dan tidak realistik.
Contoh yang diambil di masyarakat sangat banyak. Sebagai contohnya, belakangan ada pencuri yang tertangkap kamer CCTV sedang mencuri tanpa busana sehelaipun. Dapat dilihat bahwa adanya tekanan pada diri atau stress yang diakibatkan kekurangan secara ekonomi, membuat seseorang dapat kehilangan pikiran jernihnya dengan mempercayai hal-hal yang tidak dapat diterima dengan akal sehat bahwa dengan memiliki ilmu tertentu yang menganjurkan mencuri tanpa busana akan menghilangkan jejak pencurian.
Contoh lainnya adalah anak remaja yang sering sekali ditindas temannya di sekolah akan merasa depressi dan emosinya bisa memuncak kapan saja dan melakukan hal yang tidak diduga untuk membalaskan dendamnya. Atau bahkan menarik diri dari semua kehidupan sosialnya karena trauma yang didapat.


Sumber:http://afzelia-nadira.blogspot.com/2012/03/contoh-fenomena-kesehatan-mental di.html

Contoh Fenomena Kesehatan Mental Di Masyarakat
Dalam psikologi perkembangan remaja dikenal sedang dalam fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan. Fase perkembangan remaja ini berlangsung cukup lama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 11-19 tahun pada wanita dan 12-20 tahun pada pria. Fase perkebangan remaja ini dikatakan fase pencarian jati diri yang penuh dengan kesukaran dan persoalan adalah karena dalam fase ini remaja sedang berada di antara dua persimpangan antara dunia anak-anak dan dunia orang-orang dewasa.
Kesulitan dan persoalan yang muncul pada fase remaja ini bukan hanya muncul pada diri remaja itu sendiri melainkan juga pada orangtua, guru dan masyarakat. Dimana dapat kita lihat seringkali terjadi pertentangan antara remaja dengan orangtua, remaja dengan guru bahkan dikalangan remaja itu sendiri. Mengapa hal ini bisa terjadi? Secara singkat dapat dijelaskan bahwa keberadaan remaja yang ada di antara dua persimpangan fase perkembanganlah (fase interim) yang membuat fase remaja penuh dengan kesukaran dan persoalan. Dapat dipastikan bahwa seseorang yang sedang dalam keadaan transisi atau peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain seringkali mengalami gejolak dan goncangan yang terkadang dapat berakibat buruk bahkan fatal (menyebabkan kematian). Namun, pada dasarnya semua kesukaran dan persoalan yang muncul pada fase perkembangan remaja ini dapat diminimalisir bahkan dihilangkan, jika orangtua, guru dan masyarakat mampu memahami perkembangan jiwa, perkembangan kesehatan mental remaja dan mampu meningkatkan kepercayaan diri remaja.Persoalan paling signifikan yang sering dihadapi remaja sehari-hari sehingga menyulitkannya untuk beradaptasi dengan lingkungannya adalah hubungan remaja dengan orang yang lebih dewasa, terutama sang ayah, dan perjuangannya secara bertahap untuk bisa membebaskan diri dari dominasi mereka pada level orang-orang dewasa.
Seperti contoh yang diambil di masyarakat, remaja melakukan bunuh diri ketika ia hamil diluar nikah dan pasangannya pergi tanpa tanggung jawab. Ia mengalami tekanan karena harus menanggung malu dan merasa menjadi aib di keluarganya. Sehingga ia mengambil jalan pintas dan bunuh diri sebagai solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalahnya. Padahal kenyataannya itu bukan penyelesain masalah yang tepat, ia malah melakukan hal yang berdosa.

kesehatan mental

ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang memperhatikan perawatan mental atau jiwa. Sama seperti ilmu pengetahuan yang lain, ilmu kesehatan mental mempunyai objek khusus untuk diteliti dan objek tersebut adalah manusia.
Manusia dalam ilmu ini diteliti dari titik tolak keadaan atau kondisi mentalnya. Ilmu kesehatan mental merupakan terjemahan dari istilah mental hygiene. Mental (dari kata Latin: mens, mends) berarti jiwa, nyawa, sukma, roh, semangat, sedangkan hygiene (dari kata Yunani: hugiene) berarti ilmu tentang kesehatan.
Mental hygiene sering juga disebut psikohy-giene. Psyche (dari kata Yunani: psucho) berarti napas, asas kehidupan, hidup, jiwa, roh, sukma, semangat.
Ada orang yang membedakan antara mental hygiene dan psikohygiene. Mental hygiene menitikberatkan kehidupan kerohanian, sedangkan psikohygiene menitikberatkan manusia sebagai totalitas psikofisik atau psikosomatik.
Di sini, kedua istilah tersebut disamakan karena dalam uraian selanjutnya, ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang membicarakan kehidupan mental manusia dengan memandang manusia sebagai totalitas psikofisik yang kompleks. Ada banyak definisi yang diberikan oleh para penulis terhadap ilmu kesehatan mental. Beberapa di antaranya akan dikemukakan di bawah ini.
Alexander Schneiders mengatakan bahwa: “Ilmu kesehatan mental adalah ilmu yang mengembangkan dan menerapkan seperangkat prinsip yang praktis dan bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesejahteraan psikologis organisme manusia dan mencegah gangguan mental serta ketidakmampuan menyesuaikan diri” (Schneiders, 1965).
Samson, Sin, dan Hotilena mendefinisikan ilmu kesehatan mental sebagai ilmu “yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara fungsi-fungsi mental yang sehat dan mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri atau kegiatan-kegiatan mental yang kalut.” (Samson, Sin, & Hofilena, 1963).
Definisi-definisi yang lebih singkat tentang ilmu kesehatan mental telah dikemukakan oleh beberapa penulis lain. Howard Bernard menyatakan bahwa ilmu kesehatan mental adalah suatu program yang dipakai dan diikuti seseorang untuk mencapai penyesuaian diri (Bernard, 1957). D.B. Klein mengemukakan bahwa ilmu kesehatan mental itu adalah ilmu yang bertujuan untuk mencegah penyakit mental dan meningkatkan kesehatan mental (Klein, 1955).
Suatu definisi terakhir diberikan oleh Louis P. Thorpe yang mengemukakan bahwa “ilmu kesehatan mental adalah tahap psikologi yang bertujuan untuk mencapai dan memelihara kesehatan mental” (Thorpe, 1960). Analisis terhadap berbagai cara mendefinisikan ilmu kesehatan mental menunjukkan bahwa ilmu tersebut pertama-tama berbicara mengenai pemakaian dan penerapan seperangkat prinsip kesehatan yang bertujuan untuk mencegah ketidakmampuan menyesuaikan diri serta meningkatkan kesehatan mental.
Ilmu ini pada hakikatnya bersifat preventif dan tujuannya yang utama adalah untuk memelihara kesehatan dan efisiensi mental. Untuk mencapai tujuan tersebut, tentu saja tidak hanya satu rumusan dapat dipakai untuk melindungi diri sepenuhnya terhadap kecemasan dan tegangan-tegangan yang muncul dari konflik-konflik dan frustrasi-frustrasi.
Orang harus menentukan sendiri perubahan-perubahan yang diinginkan dalam kebiasaan-kebiasaan penyesuaian dirinya karena is dibimbing oleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang telah dicernakannya dalam ilmu kesehatan mental.
Dan tidak seperti dalam kesehatan fisik, orang mendapat kekebalan terhadap penyakit-penyakit menular dan tetap kebal terhadap penyakit-penyakit tersebut untuk beberapa tahun. dalam kesehatan mental diperlukan suatu pendekatan yang lebih fundamental untuk mengubah perasaan-perasaan yang mendalain, sikap-sikap, dan pola-pola tindakan manusia.
Sumber : http://patofisiologipenatalaksanaan.blogspot.com/2011/05/definisi-tentang-ilmu-kesehatan-mental.html